( Sumber : Jangan Serakah )
Dalam
dunia saham Stock Split adalah kebijakan manajemen perusahaan untuk
menambah jumlah saham beredarnya dengan cara membagikan saham baru
kepada pemegang saham saat ini. Penambahan jumlah saham ini dibarengi
dengan penyesuaian harga saham, sehingga nilai kapitalisasi perusahaan
itu tidak berubah.
Misalkan saja
saat ini jumlah saham beredar PT. X adalah 1000 lembar. Harga pasar
saham tersebut adalah Rp 5000 per lembar. Dengan demikian nilai
kapitalisasi perusahaan saat ini adalah Rp 5 juta. Jika manajemen
memutuskan untuk melakukan stock split 2:1, maka jumlah saham beredar
akan menjadi 2000 lembar, dengan harga baru per lembar sahamnya adalah
Rp 2500. Nilai kapitalisasi perusahaan itu tetap Rp 5 juta. Jika
misalkan kita adalah pemegang saham PT X, dan memiliki 200 lembar
saham, maka setelah stock split tersebut, kita akan memiliki 400 lembar
saham, tetapi nilai total saham kita tidak berubah.
Satu
‘fenomena’ yang ‘konyol’ di dunia saham adalah seringkali jika
manajemen suatu perusahaan memutuskan untuk melakukan stock split, di
pasar akan terjadi kenaikan harga saham perusahaan itu. Umumnya ini
terjadi karena pasar berpendapat bahwa stock split akan menambah
likuiditas saham (karena harga saham menjadi lebih murah dan
perdagangan saham tersebut akan lebih marak), sehingga harga saham
layak naik.
Kalau dipikir-pikir,
logika semacam ini sebenarnya agak ‘aneh’, karena kalau memang benar,
maka seharusnya 5 lembar uang pecahan Rp 1000 akan lebih berharga
daripada 1 lembar uang pecahan Rp 5000. Setahu saya, tidak ada orang
(waras) yang merasa ‘lebih kaya’ karena dia baru menukarkan 1 lembar Rp
5000 dengan 5 lembar Rp 1000.
Salah
satu orang yang terkenal ‘alergi’ dengan praktek stock-split adalah
Warren Buffet. Sejak mengambil alih perusahaan Berkshire Hathaway dari
pemilik lamanya, Buffet tidak pernah melakukan stock split pada saham
perusahaannya itu. Menurutnya, stock split menimbulkan 3 efek:
- Stock split menyebabkan perputaran saham yang tinggi, yang pada akhirnya menyebabkan biaya transaksi yang tinggi (karena volatilitas harga yang timbul akibat perputaran saham yang tinggi itu)
- Stock split akan membuat perusahaan menarik tipe pemegang saham short-term yang hanya fokus kepada harga pasar perusahaan dan bukan kepada nilai perusahaan itu.
- Kombinasi dari kedua hal di atas, akan menyebabkan harga saham yang melenceng dari nilai intrinsik (Intrinsic Value) perusahaan.
Bagi
Buffet, ketiga hal di atas hanya akan menimbulkan kerugian bagi para
pemegang saham seandainya mereka ingin membeli ataupun menjual saham.
Belajar dari pandangan Buffet ini, jika kita adalah seorang investor
(sehingga menganut paham ‘investasi untuk jangka panjang’), maka
mungkin ada baiknya kita malah ‘was-was’ jika saham perusahaan yang
kita pegang sering mengalami stock split.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar